Minggu, 10 Juli 2011

Pemukiman Kian Padat Picu Tawuran Antar Warga Jakarta

RMOL. Transisi besar-besaran di Jakarta, seperti perubahan daerah permukiman menjadi daerah perekonomian, kian tak terkendali. Hal ini ditengarai menjadi pemicu konflik sosial. Salah satunya adalah dalam bentuk tawuran.

Hal itu disampaikan peng­amat sosial dari Universitas Indonesia (UI) Bambang Shergi Lak­s­mono, berkaitan seringnya ter­jadi aksi tawuran antar warga di Jakarta. Termasuk dalam bebe­rapa hari terakhir.

Tidak terkendalinya perubah­an kawasan permukiman ini, kata Bambang, juga termasuk kurang­nya fa­silitas umum yang mendo­rong ke­giatan positif di tengah ma­sya­rakat. Hal ini mem­buat ma­syarakat tak nya­man lagi de­ngan lingkungan tempat ting­galnya.

Agar kehidupan sosial ma­sya­rakat sehat, lanjut Bambang, per­lu di­dukung lingkungan yang sehat.

“Masyarakat Jakarta sekarang cenderung hidup dalam ling­ku­ngan yang kurang sehat secara so­sial. Secara tidak langsung, ini membentuk masyarakat menjadi bermasalah secara sosial. Jadi tingginya angka statistik tawur­an antar warga di Jakarta bisa di­maklumi,” jelasnya.

Seperti diketahui, kasus tawu­ran antar warga yang terjadi ak­hir-akhir ini menjadi per­ma­sa­lahan serius bagi Pemerintah Pro­vinsi (Pemrov) DKI Jakarta ber­sama Polda Metro Jaya. Dalam tujuh bulan terakhir, sebanyak 20 kasus tawuran terjadi di ibukota. Yang terbaru, bulan ini terjadi dua kasus. Satu kasus di Johar Baru, Jakarta Pusat dan satu ka­sus lagi di Pasar Rum­put, Mang­garai, Ja­karta Selatan.

Penataan kota serta peruntukan wilayah di Jakarta, masih me­nu­rut Bambang, sudah tidak jelas lagi. Wilayah yang seharus­nya menjadi tempat permukiman, mes­tinya tidak sekaligus dija­dikan tempat kegiatan per­eko­nomian seperti gedung-gedung perkantoran.

“Di wilayah yang tata ruang yang kacau seperti Jakarta, sulit membentuk pola kehidupan so­sial yang ideal. Perlu interaksi antar masyarakat yang baik, ko­munikasi serta kegiatan-ke­giatan lain yang positif,” ujarnya.

Perlu ada tindakan nyata dari Pemprov DKI Jakarta untuk menata lingkungan sosial, lanjut Bambang. Dia menyarankan pemprov memperbaiki ling­ku­ngan tempat tinggal masya­rakat menjadi lebih baik.

Apalagi, nilainya, gaya hidup masyarakat Jakarta yang ber­kem­­­bang sekarang mengarah ke sikap  individualistis. Antar mas­yarakat cenderung acuh. Komu­nikasi ter­jalin kurang baik, se­hingga sering terjadi kesalah­pahaman yang bisa menjadi kon­flik sosial.

Bambang menyarankan agar pemprov lebih banyak membuat tempat-tempat publik seperti ta­man dan lapangan umum. Selain baik untuk lingkungan hidup, tempat-tempat ini juga bisa men­jadi tempat berinteraksi antar mas­yarakat. “Dengan demikian, masyarakat punya tempat menya­lurkan ke­giatan ke hal-hal yang positif,” jelasnya.   [rm]

Jumat, 18 Maret 2011

Antisipasi Bom Buku, Polri Minta Masyarakat Waspadai Warga Pendatang

Aprizal Rahmatullah - detikNews
Jakarta - Mabes Polri mensinyalir pelaku teror bom buku hidup berada di tengah masyarakat. Masyarakat diimbau untuk mencurigai setiap warga pendatang.

"Polr sangat mengharapkan informasi. Mengantisipasi aksi teror ini kami sangat mengharapkan bantuan masyarakat," kata Kabagpenum Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jaksel, Jumat (18/3/2011).

Boy meminta masyarakat kembali mengaktifkan sistem keamanan di sekitar lingkungan. Seperti aturan wajib lapor kepada pejabat berwenang agar mempersempit ruang gerak pelaku.

"Aktivitas wajib lapor terhadap pendatang baru kepada RT RW di lingkungan sekitar," jelasnya.

Boy mengimbau agar masyarakat jangan segan melapor kepada polisi atau aparat setempat jika menemukan hal-hal yang mencurigakan. "Kami yakin para pelaku ini adalah orang yang berbaur dengan masyarakat. Apakah dia di Jakarta atau di luar Jakarta," imbuh Boy.

"Silakan melapor kepada kami. Kami tentu akan melakukan tindakan untuk mengantisipasi," tandasnya.


(ape/nrl)

Selasa, 08 Maret 2011

KEMBALI KE TITIK NOL


Oleh: Amir Syarif Siregar 
KALIMANTAN BARAT  - DETIK Travel-Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Barat, Pontianak saat ini telah jauh berkembang. Beberapa pengunjung bahkan mulai membandingkan tingkat kepadatan kota ini dengan tingkat kepadatan kota-kota besar lain di Indonesia seperti Medan ataupun Bandung. Tak jarang, ketika kemacetan mulai mendera, beberapa bahkan mulai berceloteh bahwa Pontianak semakin meniru Jakarta. Tak hanya dari tingkat kemacetan, jika dilihat dari sekilas masyarakatnya yang berlalu lalang serta bangunan-bangunan besar yang berada di pusat kota, memang Pontianak telah berada di tingkat yang hampir setara dengan Jakarta ataupun kota-kota besar lainnya.

Berbicara mengenai Pontianak tentu saja tidak akan lepas dari membicarakan letak geografis kota ini yang dilalui oleh garis lintang nol derajat Bumi atau yang lazim disebut sebagai garis khatulistiwa. Hal ini memang telah menjadi salah satu ciri khusus dari kota ini, yang ditandai dengan pembangunan sebuah monumen khusus di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara yang dikenal dengan nama Monumen Equator. Selain penanda kota, bentuknya yang khas ternyata juga mampu menarik perhatian para pengunjung untuk menjadikan tempat ini sebagai salah satu obyek wisata selama mereka berada di Pontianak.

Awalnya, bangunan Monumen Equator sendiri tidak semegah sekarang. Dibangun pada tahun 1928, yang terdapat di wilayah tersebut hanyalah sebuah tonggak dengan anak panah yang berada di atasnya. Pemilihan wilayah tempat peletakan tonggak tersebut tentu dilakukan dengan sangat hati-hati. Dilakukan oleh sebuah ekspedisi yang datang dari Belanda, tempat peletakan tonggak itu sendiri merupakan titik tepat dimana kota Pontianak benar-benar berada di bawah garis lintang nol derajat Bumi. Dua tahun kemudian, tonggak tersebut kemudian disempurnakan dengan penambahan lingkaran di sekitar anak panah. Setelah beberapa kali direnovasi, Monumen Equator tersebut kembali mengalami renovasi pada tahun 1990 dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu yang aslinya. Peresmiannya sendiri dilakukan pada tanggal 21 September 1991. Sekelumit kisah ini dapat dilihat oleh para pengunjung dalam sebuah catatan yang terdapat di dalam Monumen Equator tersebut.

Puas berkeliling dalam gedung Monumen Equator -- yang diisi dengan banyk pengetahuan mengenai astronomi dan sejarahnya -- pengunjung dapat membeli beberapa cinderamata di sebuah toko yang terletak tidak jauh dari Monumen Equator sendiri.


(Amir Syarif Siregar / gst)

ACI, Program keliling Indonesia gratis dari detikcom Artikel Wisata ini adalah artikel yang ditulis oleh Petualang ACI. Sebanyak 66 Petualang ACI berbagi kisah petualangan wisata mereka melalui tulisan maupun foto. Aku Cinta Indonesia (ACI) merupakan program acara keliling Indonesia Gratis yang diselenggarakan oleh detikcom.

Kamis, 24 Februari 2011

UGM Ciptakan Pengisap Jentik Nyamuk

Editor: yuli
Jumat, 18 Februari 2011 | 07:04 WIB
YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menciptakan alat isap jentik nyamuk elektrik mekanik sederhana yang diberi nama Gama Kuras.
"Gama Kuras adalah alat untuk membersihkan jentik nyamuk di bak mandi atau bak penampungan air tanpa menguras atau membuang air di bak," kata Ketua Tim Pencipta Gama Kuras Tri Baskoro Unggul Saptoto di Yogyakarta, Jumat (18/2/2011).
Alat itu dapat digerakkan mengikuti sasaran jentik nyamuk yang akan dituju. Alat ini tidak menggunakan bahan kimia racun pembunuh jentik nyamuk.
Ia mengatakan, keunggulan Gama Kuras antara lain sebagai alat isap elektrik mekanik dengan sistem resirkulasi air yang mampu menangkap 50 jentik nyamuk dalam waktu 140 detik.
"Dengan demikian, masyarakat tidak perlu lagi membuang air dengan sia-sia saat menguras bak untuk membersihkan jentik nyamuk," kata Ketua Minat Entomologi Kedokteran Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran UGM ini.
Menurut dia, pembuatan prototipe Gama Kuras sangat sederhana. Alat itu menggunakan pompa aerator dengan daya isap maksimum dan dihubungkan dengan sebuah botol plastik berlubang kecil pada dindingnya dengan dibalut kain yang berfungsi sebagai penyaring (filter).
"Jentik yang terisap kemudian akan masuk ke perangkap saringan, sedangkan air akan kembali ke bak penampungan sehingga tidak ada air yang terbuang. Semua komponen lokal tersebut disatukan di sebuah pipa pralon yang berfungsi sebagai pegangan," katanya.
Ia berharap ada mitra usaha yang bisa bekerja sama untuk menyederhanakan bentuk dan memproduksi alat tersebut.
Dengan demikian, menurut dia, alat itu dapat diproduksi dalam jumlah banyak guna menekan penyebaran nyamuk aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue.
"Penggunaan alat ini merupakan cara yang efektif untuk menghentikan penyebaran penyakit demam berdarah dengue karena membersihkan jentik nyamuk di tempat apa pun merupakan cara paling jitu dalam menurunkan populasi nyamuk penular penyakit itu," katanya.
 
Sumber :ANT
 

Rabu, 26 Januari 2011

BULAN JANUARI 2011 SUDAH 10 WARGA TESERANG DBD

Kebon Jeruk 26 Januari 2011- Lurah Kebon Jeruk dan Kepala Puskesmas Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat mengundang para Ketua RW, Ketua RT dan para Kader Jumantik se Kelurahan Kebon Jeruk dalam rangka menjelaskan bahwa Demam Berdarah sudah menghawatirkan menjangkiti warga Kelurahan Kebon Jeruk karena di bulan Januari 2011 saja sudah sebanyak 10 orang warga sudah terserang DBD walaupun tidak sampai ada korban meninggal harus diwaspadai.
Kepala Puskesmas Kebon Jeruk mengingatkan kepada para Kader Jumantik dan Pengurus RT dan RW untuk meningkatkan PSN ( Pemberatasan Sarang Nyamuk ) setiap Jumat, dijelaskan lebih lanjut bahwa nyamuk pembawa virus DBD mencari makan / menggigit pada siang hari dan hampir dipastikan bahwa nyamuk yang terbang disiang hari adalah pembawa virus DBD dengan ciri-ciri warna hitam berbintik putih dengan siklus dari larva (jentik) menjadi nyamuk dewasa selama satu minggu, disarankan kepada putra putrinya diberikan lotion anti nyamuk ketika berada di sekolah karena dikhawatirkan terjangkit dari tempat lain.