Sabtu, 13 Juni 2015

Ini arti nomor NIK di KTP

Reporter : Ferrika Lukmana Sari
 
Merdeka.com - Setiap warga negara Indonesia wajib memiliki kartu tanda penduduk (KTP) dan setiap penduduk wajib memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nomor Induk Kependudukan bersifat melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.

Dalam pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur nomor identitas penduduk. Setiap penduduk wajib memiliki NIK yang berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.

Kemudian NIK dicantumkan dalam setiap Dokumen Kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, surat izin mengemudi, nomor pokok wajib pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah, dan penerbitan dokumen identitas lainnya.

Selebihnya NIK tersebut mengenai persyaratan, tata cara dan ruang lingkup penerbitan dokumen identitas lainnya, serta pencantuman NIK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Nomor Induk Kependudukan terdiri 16 digit angka yang mengandung informasi administrasi kependudukan mengenai diri pemilik KTP Untuk mempermudah memahaminya NIK dirumuskan ke dalam 16 susunan huruf.

Misalnya seorang anak lelaki lahir di Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejang Lebong, Tanggal 29 Mei 2012 maka NIK-nya adalah : 170219 290512 0001 sedangkan bila anak perempuan lahir di Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong Tgl 29 Mei 2012 Maka NIK-nya adalah : 170219 690512 0001. Angka 69 merupakan hasil penjumlahan dari tanggal lahir ditambah 40 (4 digit angka yang ditulis tebal adalah nomor random yang diformat oleh komputer)

Contoh tersebut misalnya NIK : AABBCCDDEEFFGGGG

AA (1-2) : Kode provinsi di mana NIK diterbitkan (Prop Bengkulu : 17)

BB (3-4) : Kode kabupaten / kota di mana NIK diterbitkan.Angka lebih dari 70 menandakan "Kota" (Rejang Lebong : 02)

CC (5-6) : Kode kecamatan di mana NIK diterbitkan.

DD (7-8) : Tanggal lahir. Jika perempuan, tanggalnya ditambah 40. Misalnya tanggal 04 akan menjadi 44.

EE (9-10) : Bulan lahir FF( 11-12) : Dua angka terakhir tahun lahir.

GGGG (13-16) : Nomor urut 0001-9999. Berurut sesuai dengan 12 angka sebelumnya.

Namun, jika NIK anda (warga Rejang Lebong) tidak sesuai dengan format tanggal lahir dan jenis kelamin. Maka segera hubungi Dinas Dukcapil masing-masing tempat tinggal untuk diverifikasi dan diperbaiki sesuai ketentuan perundangan.
[did]

Kamis, 16 April 2015

Kasus Tata Deudeuh, Ahok Tegur Ketua RT/RW

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (ILUSTRASI: TEMPO/ INDRA FAUZI)
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan ketua RT/RW berperan penting mencegah timbulnya aktivitas pekerja seks komersial di lingkungan rumah kost. Ia berujar ketua RT/RW yang terbukti sengaja membiarkan tumbuhnya aktivitas itu di lingkungannya harus dicopot.

"Sesuai peraturan gubernur, kami akan copot mereka," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota, Rabu, 15 April 2015.

Ahok mengatakan ketua RT/RW memiliki fungsi kontrol menjadikan lingkungannya aman. Fungsi ini sesuai dengan pasal 17 Peraturan Gubernur Nomor 168 Tahun 2014 tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga. Selain itu, ia berujar warga juga seharusnya melaporkan kejadian yang mereka anggap aneh ke ketua RT/RW.

Pernyataan Ahok berkaitan dengan tewasnya Deudeuh Alfisahrin, 30 tahun, di kamar kosnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Deudeuh tewas dibunuh oleh Muhammad Prio Santoso, 24 tahun. Kondisinya mengenaskan dengan leher terjerat kabel dan mulut tersumpal kaus kaki. Tubuhnya tak memakai busana dan hanya ditutupi selimut.

Ahok berujar, kasus asusila merupakan salah satu masalah perkotaan yang sulit ditangani. Penanganan kasus tersebut tak bisa hnya didasari pada dugaan. Selain itu, penertiban berupa razia yang tak terbukti juga menimbulkan citra buruk bagi warga yang dituduh. "Masalah asusila itu sulit, harus tertangkap tangan," kata Ahok.

LINDA HAIRANI

Kamis, 09 April 2015

"Blusukan" ke Kali Sekretaris, Ahok Kaget Diberi Warga Uang Rp 10 Juta

JAKARTA, KOMPAS.com — Seorang warga memberi uang sebanyak Rp 10 juta kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat blusukan meninjau pembangunan jalan inspeksi di Kali Sekretaris, Jakarta Barat, Kamis (9/4/2015). Basuki merasa kaget dan menanyakan apa maksud pemberian uang tersebut.
KOMPAS.com/Kurnia Sari Aziza


Ternyata warga itu menerima uang Rp 10 juta dari lurah setempat untuk penunjang normalisasi sungai. Basuki pun menolak menerima uang tersebut dan meminta warga untuk mengembalikannya kepada lurah itu. 

"Jangan dikasih ke saya lagi, kembalikan sama yang memberi uangnya. Nanti kalau saya terima (uang) dianggap gratifikasi lagi," kata Basuki kepada warga. 

Ahok, sapaan Basuki, menjelaskan, uang itu bukanlah uang sogokan kepada warga, melainkan dana swakelola untuk membongkar bangunan.

Dia mengatakan, dalam membangun jalan inspeksi di Kali Sekretaris, ada sebuah masjid yang harus dibongkar. Namun agar tidak menimbulkan polemik, pembongkaran diserahkan ke warga dengan pemberian dana swakelola tersebut.

Sementara itu, di sisi lain, oknum lembaga swadaya masyarakat (LSM) menghasut warga bahwa uang itu merupakan sogokan dari Pemprov DKI agar warga mau direlokasi.

"Buat aktivis kan disalahpahamin nih, duit apa nih, buat bongkar masjid lagi. Waduh, saya mikirnya ini isu sensitif nih. Ya mau masjid, kelenteng, gereja kalau berdiri di atas (saluran) air, ya harus dibongkar," kata Basuki. 

Dia berjanji akan membangun masjid di lokasi lainnya sebagai pengganti bangunan yang dibongkar.

Ia juga meminta warga Cengkareng dan sekitarnya untuk tidak khawatir atas keberadaan masjid di kawasan tersebut. Menurut dia, Pemprov DKI Jakarta akan membangun mesjid raya dan megah di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat.

"Kami bangun lagi masjid. Namun, bagi masjid yang melanggar, ya harus dibongkar. Bukan berarti kami anti-masjid," kata Basuki.

Sabtu, 03 Januari 2015

Kepala Seksi Dihapus, Kelurahan Buka Lowongan Puluhan Pekerja

WARTA KOTA, JAKARTA - Pemprov DKI berencana menghapus jabatan Kepala Seksi (Kasi) di tingkat Kelurahan. Para Kepala Seksi seperti Kasi Kebersihan, Kasi PU, dan lainnya akan dimutasi.
Sebagai gantinya, Lurah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) memegang tanggung jawab penuh terhadap semua pekerjaan di wilayahnya.
lustrasi Lurah Lenteng Agung Susan Jasmine Zulkifli (Kompas Images)
Berdasarkan surat edaran dari salah satu Kelurahan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tertulis setiap Kelurahan di DKI Jakarta akan menerima sekitar 40 orang pekerja penanganan segera. Pekerja yang diterima akan diseleksi oleh pihak Kelurahan.
Pekerja ini akan menandatangani perjanjian kerjasama dengan Kelurahan selama 1 tahun. Mereka akan melakukan penanganan sarana jalan berlubang, trotoar, kanstin, dan sampah di wilayahnya.
Mereka juga akan menangani saluran rusak, taman, kebersihan, penerangan jalan dan lainnya. Setiap pelamar harus memenuhi syarat bertempat tinggal di domisili di Kelurahan atau paling jauh di Kecamatan setempat.
Usia yang dibutuhkan yakni 18-55 tahun dengan ijasah SD. Bagi pekerja yang akan menjadi sopir, juga wajib memiliki SIM A.
Pelamar juga harus menyertakan surat keterangan sehat dari Puskesmas. Semua Ketua RT dan RW diminta menyampaikan lowongan ini kepada masyarakat.
Anggota DPRD DKI Jakarta, William Yani menyambut baik hal tersebut. Menurutnya, selama ini menjadi Lurah seperti buah simalakama.
Pria yang biasa disapa Yani ini menjelaskan, harus ada pembaharuan wewenang Camat dan Lurah ini.
”Selama ini wewenang mereka serba tanggung. Misalnya ada banjir, atau jalan rusak, selokan rusak, Camat dan Lurah tidak dibekali anggaran untuk menangani itu. Tapi kan masyarakat tahunya Lurah, kalau dia datang tapi tidak bawa bantuan apa-apa dikomplain warga, kalau tidak hadir dibilang tidak merakyat, jadi simalakama,” tuturnya.
Sedangkan Kepala Seksi PU, atau Kebersihan di Kelurahan belum tentu mau diperintah oleh Lurah.
Mereka hanya bertanggung jawab terhadap Kepala Suku Dinas masing-masing. Ia mengatakan, penambahan wewenang juga perlu disertai anggaran bagi Lurah dan Camat.
Menurutnya, pada masa Orde Baru, ada dana non bajeter, namun digugat oleh aktivis LSM.
”Padahal Lurah dan Camat itu juga setengah mati, mereka tidak punya anggaran penguatan yang cukup. Sementara kinerja mereka dianggap selalu lamban, sementara anggaran dipegang SKPD lain,” tuturnya.
Sementara itu, rencana rekrutmen puluhan pekerja harian lepas atau pekerja penanganan segera diakui para lurah di DKI Jakarta.
Menurut Lurah Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, Anik Sulastri mengatakan, pihaknya sudah mendapat arahan mengenai penerimaan pekerja ini, namun ia belum membuka penerimaan.
”Untuk payung hukumnya sampai saat ini masih digodok, sehingga saya belum bisa membuka rekrutmen ke masyatrakat, kami akan menerima 70 orang pekerja,” ujarnya saat dihubungi Kamis, (1/1).
Anik mengatakan, penghapusan Wakil Lurah dan Kepala Seksi tidak dilakukan untuk semua kepala seksi. Dari enam kepala seksi yang ada, dibuat menjadi hanya tiga kepala seksi.
”Yakni Prasarana dan Lingkungan Hidup, Kesejahteraan Masyarakat dan Perekonomian, dan Pemerintahan,” tuturnya.
Dijelaskan Anik, para pekerja rekrutan ini akan bekerja di lapangan, dan bukan administratif. Mereka akan menyapu jalan, memperbaiki selokan, memperbaiki taman, dan lainnya. Ia juga mengaku belum tahu persis sistem pengupahan pekerja ini.
”Kita masih tunggu aturan soal pengupahannya, namun sepengetahuan saya, mereka akan digaji UMP (sebesar Rp 2,7 juta per bulan), dan mendapat uang makan Rp 15.000 per hari kerja. Anggarannya di APBD Kelurahan,” jelasnya