Selasa, 27 November 2012

Kisah di Balik Pembangunan Gedung Baru Sekolah Darurat Kartini

 Prins David Saut - detikNews
Peletakkan batu pertama pembangunan gedung Sekolah Darurat Kartini. (David/detikcom)
Jakarta - Ide kepolisian untuk membantu gedung baru Sekolah Darurat Kartini ternyata berawal dari rasa empati Kapolsek Pademangan Kompol Susatyo Purnomo yang tersentuh dengan perjuangan ibu guru kembar di sekolah gratis untuk anak-anak kurang mampu tersebut. Rasa empati itu muncul saat polisi sedang mengamankan pembongkaran bangunan liar di kompleks pergudangan Jakarta, Gudang Kampung Bandan, tempat sekolah itu berdiri, pada 8 November lalu.

"Awalnya saya ke sini terkait penggusuran tanggal 8 November, datang melihat ini masih ada rumah-rumah (penggusuran) lalu saya lihat sekolah ini. Ibu ini berkeluh kesah, saya terenyuh anak-anak ini hanya makan di sekolah ini saja," kata Sustyo di Sekolah Darurat Kartini, Jalan Lodan, Ancol, Jakarta Utara, Senin (26/11/2012).

Susatyo mendengarkan kisah perjuangan ibu guru kembar bernama Sri Rossyati dan Sri Irianningsih yang terancam turut digusur. Namun Susatyo malah bertanya lokasi yang akan digunakan sekolah tersebut jika digusur.

"Ditunjukkan lahan di belakang, saya langsung iya kan (bangun gedung baru). Tapi cek ke lokasi tanah cuman ada 109 meter persegi, mau jadi apa? Masa cuman seukuran itu. Saya cari lahan lagi 20x10 meter, saya anggap wakafnya Polsek lah. Kalau pembangunan yang sederhana saja, Insya Allah bisa jadi ada beberapa rekan yang bisa saya hubungi," ujar Susatyo.

Sehari setelah itu, Susatyo menuturkan langsung rapat dengan jajarannya dan menghubungi PT Sriwijaya Air yang memang berkantor di wilayahnya. "Pemikiran saya seperti orang bangun masjid, lalu saya menghubungi Sriwijaya Air siangnya, baru dapat kabar malam pukul 00.30 WIB, Sriwijaya Air mau bantu," ujarnya.

Polsek Pademangan mengusahakan lahan yang digunakan dan dana pembangunannya dari Sriwijaya Air sekitar Rp 500 juta. Rencana Susatyo ini pun tersampaikan ke Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya.

"Kita ketemu orang-orang, kita buat denah segala macam dan bangunan dengan bahan ringan karena berdekatan rel kereta. Kita juga cari psikis lingkungannya, lingkungan ini kan kumuh jadi dekat dengan para muridnya," ujar Susatyo.

Susatyo berharap upayanya ini mampu mengurangi potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Akar gangguan tersebut diyakini bisa diberantas dengan pendidikan yang baik dan terjangkau.

"Saya melihat ini peluang untuk polisi menyelesaikan. Selama ini polisi dinilai menyelesaikan masalah di ujungnya, sekarang ada peluang menyelesaikan di awal, melalui pendidikan berakhlak ini yang saya lihat dan semangat ibu ini," tutup Susatyo.

Sekolah Darurat Kartini adalah sekolah yang tidak pernah memungut biaya sepeser pun kepada 621 muridnya sejak 1990. Sekolah Darurat Kartini merupakan sekolah yang dikelola oleh dua kakak beradik kembar bernama Sri Rossyati dan Sri Irianingsih. Sekolah ini sudah berdiri selama 22 tahun dan tercatat 6 kali berpindah tempat karena tergusur.

Saat didirikan pada tahun 1990, Sekolah Darurat Kartini berlokasi di Pluit. Karena penggusuran lalu pindah ke Ancol, Penjaringan, Kali Jodo, dan sekarang di pinggiran rel kereta Bandengan, yang ke semuanya berlokasi di Jakarta Utara.

Sekolah ini dipindahkan ke gedung yang akan dibangun karena didasari UU Nomor 23/2007 tentang Perkeretaapian, yakni bangunan dengan radius 6 meter dari bantaran rel akan ditertibkan jika tidak mempunyai izin. Surat pemindahan lokasi tersebut diterima sejak 2 Juli dengan masa tenggat tanggal 9 September lalu.

(vid/rmd)