Sabtu, 08 November 2014

Cakupan Penerima 'Kartu Sakti' Diperluas

Program Keluarga Produktif

(Antara Foto/Dewi Fajriani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo memperluas basis penerima "kartu sakti" program keluarga produktif dengan menyasar kelompok masyarakat tunawisma, penyandang cacat, dan bayi baru lahir. Kartu sakti yang dimaksud berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

"Tidak hanya untuk tuna wisma, orang cacat dan bayi baru lahir dari keluarga miskin juga akan mendapatkannya," ujar Juru Bicara PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, dalam sebuah diskusi di Warung Daun Cikini, Sabtu (8/11).

Menurut Eva, cakupan penerima bantuan sosial yang lebih luas yang menjadi pembeda dengan kebijakan serupa di era pemeritahan sebelumnya. "Kalau dulu mereka belum bisa menikmati, mungkin tahun depan dapat manfaat akan mendapatkannya nanti," kata Eva.

Eva menjelaskan pemberian ketiga kartu tersebut merupakan bagian dari realisasi janji Presiden Joko Widodo ketika kampanye. Sementara untuk pendanannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibuat pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"APBN yang kita pakai adalah yang buatan Pak SBY. Gunakan peta yang dibuat Pak SBY kemudian dimodifikasi," ujar Eva.

Mantan Anggota DPR periode 2009-2014 itu menjelaskan pemerintah Jokowi masih menjadikan APBN Perubahan 2014 sebagai dasar penganggaran untuk semua kegiatan, termasuk program keluarga produktif. Alasannya, pemerintah belum bisa merombak postur anggaran dengan waktu yang tersisa kurang dari dua bulan.  

"Mungkin di RAPBNP (Rancangan APBN Perubahan) 2015, Pak Jokowi sudah bisa menentukan postur anggaran khusus," ujarnya.

Terkait penerima kompensasi, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro sebelumnya mengatakan masih akan menggunakan data lama penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yakni 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS). Soal dana, kata Bambang, anggarannya sudah teralokasi di APBNP 2014 maupun di APBN 2015.

"Selama dua bulan terakhir di tahun ini sudah ada alokasi Rp 5 triliun di APBNP 2014 untuk dana bantuan. Kemudian di APBN 2015 sudah disiapkan Rp 5 triliun lagi, dan kalau dirasa perlu bisa ditambah jumlahnya melalui APBNP 2015. Dana bantuan itu sudah masuk anggaran Kementerian Sosial. Pokoknya dana kompensasi yang sudah dicadangkan akan dipakai 100 persen," kata Bambang baru-baru ini.


(ags/obs)
 

 

Ahok salahkan Dirjen Pajak karena APBD DKI defisit Rp 12 triliun

Reporter : Fikri Faqih
Merdeka.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kemungkinan ada defisit anggaran sebesar Rp 12 triliun. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan tidak masalah dengan kondisi tersebut. Sebab masih ada sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa).

"Ya enggak apa-apa kita tutupin pakai Silpa saja," ungkapnya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (5/11).

Dia menambahkan, penyebab kurangnya pemasukan ini karena adanya perbedaan tafsir pajak dengan Dirjen Pajak mengenai pajak penghasilan pribadi. Karena tidak dapat dipungkiri, banyak warga Jakarta banyak yang telah memiliki mobil, rumah dan apartemen.

"Ini gara-gara tafsir pajak, jadi ukuran paling besar itu kita perkirakan dari penghasilan pribadi bisa sampai Rp 17 triliun sebetulnya. Ternyata itu tidak mencapai target. Nah itu ada di Dirjen Pajak," jelas Ahok.

Selain itu, mantan Bupati Belitung Timur ini juga mengeluhkan masih banyaknya warga yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sehingga dengan demikian warga DKI Jakarta tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak.

"Makanya kita harapkan tahun depan penerimaan harus lebih baik. Ini termasuk restoran-restoran yang bayar pajaknya," tutup Ahok.

Lebih lanjut, pos-pos penerimaan yang realisasinya meleset dari target yaitu berasal dari pajak, dana perimbangan dan belum diterapkannya sistem jalan berbayar (ERP) dan izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA). Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) pada penghujung September, realisasi pajak baru menyentuh 60,1% dari target Rp 32,5 triliun atau sebesar Rp 19,5 triliun.

Lalu, pada dana perimbangan pajak bagi hasil dengan Pemerintah Pusat baru diperoleh Rp 11 triliun dari target Rp 17,68 triliun. Sementara, penerapan sistem ERP dan IMTA dengan potensi penerimaan Rp 2 triliun pun belum dapat dilakukan.
[tyo]

Sabtu, 14 Juni 2014

Kecamatan Kebon Jeruk Terapkan PTSP

KEBON JERUK (Pos Kota) – Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar) menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Hal ini sebagai salah bentuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat agar mendapatkan layanan prima, cepat dan tepat.
Dari pantauan, ruang PTSP di Kecamatan Kebon Jeruk yang terletak di lantai dasar dilengkapi dengan pendingin ruangan, ruang tunggu ada kursi panjang dari stainless. Selain itu, juga disediakan air minum dan permen bagi pengunjung. Terdapat empat loket yang akan melayani warga.
Bagi warga yang akan mengurus keperluannya harus mengambil nomor urut dan dilayani oleh petugas resepsionis. Selanjutnya menunggu antrian di ruang tunggu sambil menunggu panggilan sesuai nomor urutnya. “Sambil menunggu warga bisa minum dan makan permen,” kata Camat Kebon jeruk, Mursidin, Jumat (14/2).
Dikatakan, dengan PTSP warga akan mendapatkan layanan yang prima dan tepat waktu dengan catatan persyaratannya lengkap sesuai yang ditetapkan. “Lebih baik warga mengurus sendiri saat mengurus keperluannya administrasinya, sehingga menjadi jelas,” ucap Mursidin.
Mursidin menambahkan bagi warga yang akan mengurus keperluannya akan dilayani oleh petugas di loket. Nantinya akan dicek kelengkapan persyaratannya sesuai yang akan diurus, kalau ada kekurangan akan diberitahu untuk melengkapinya. “Kalau syarat lengkap maka akan diproses dan selesai sesuai waktu yang ditentukan. Nantinya warga tersebut mengambilnya juga melaui petugas di loket,” jelasnya. (tarta/yo)
Teks foto: Ruang PTSP di Kecamatan Kebon Jeruk. (tarta)

Ahok bakal pilih langsung ketua RT/RW di Jakarta

Reporter : Saugy Riyandi
Merdeka.com - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana menunjuk langsung para Ketua RT/RW di Jakarta. Selama ini, para ketua RT/RW di ibu kota dipilih melalui proses demokratis yakni dipilih warga secara langsung.
Menurut Ahok, langkah tersebut untuk menghindari para ketua RT/RW bersifat preman. Ahok menegaskan banyak ketua RT/RW yang sering menyewakan lapak-lapak serta kios-kios kepada para Pedagang Kaki Lima (PKL).
Selain itu, banyak ketua RT/RW yang tidak mempunyai masa tugas lantaran ingin meraup untung lebih banyak dari penyewaan lapak-lapak tersebut.
"Lebih baik sekalian saja. Ini ibu kota loh. Wali kota juga tidak dipilih. Lurah, camat juga tidak dipilih, bukan kades. Ya sudah RT/RW kita tunjuk aja," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (13/6).
Ahok bakal memilih dari kader-kader PKK, pensiunan PNS serta tokoh masyarakat yang ingin perubahan di lingkungan kampungnya. Mantan bupati Belitung Timur ini menjelaskan tugas-tugas pokok pada RT/RW tersebut yaitu melaporkan program kerja serta kegiatan yang dilakukan di lingkungannya setiap hari.
"Dia pagi siang sore mungkin melaporkan kondisi wilayahnya. Ya kita kasih gaji lah. Mungkin sekali kirim 10.000 misalnya. Sebagai ongkosnya dia gitu loh. Tanggung jawabnya. Nah kita kontrak per individu," kata dia.
Politisi Gerindra ini menambahkan rencana tersebut hanya terjadi di beberapa wilayah yang ketua RT/RW tidak bertanggung jawab. Apabila wilayah tersebut banyak yang berminat untuk ikut penunjukkan langsung maka Ahok bakal meminta masyarakat untuk melakukan pemilihan seperti biasanya.
"Nah jadi tidak kita kasih bebas seperti sekarang. Kalau 'preman' punya duit, punya lapak banyak, makin berkuasa dia, lapak parkir segala macam. Kita bayar mereka Rp 750.000 kok. Dari APBD. Terus kalau kasih uang begitu, operasional, tanggung jawabnya enggak jelas, buat apa? Lebih baik kita naikkan jadi Rp 1 juta, tapi tanggung jawabnya jelas," pungkas dia.
[dan]

Sabtu, 25 Januari 2014

Sudiro, Pencetus Ide Pembangunan Monas

Diana Saraswati - Okezone

Gubernur Sudiro (Foto: Istimewa)
MONUMEN Nasional (Monas) merupakan salah satu proyek mercusuar Presiden Republik Indonesia pertama, Bung Karno. Namun, ide besar pembangunan tugu kebesaran Bangsa Indonesia ini muncul dari gubernur DKI Jakarta kelima, Sudiro.

Sudiro menjabat sejak 1953 sampai 1959, meneruskan pendahulunya, Syamsurizal. Sebelum menjabat sebagai gubernur, pria kelahiran Yogyakarta, 24 April 1911 ini berprofesi sebagai seorang pendidik.

Saat diminta Presiden Soekarno untuk memimpin ibu kota, Jakarta masih bernama ‘Kota Praja Djakarta Raya'. Selain Monas, program unggulan Sudiro yang masih bisa dinikmati masyarakat Jakarta ialah pemecahan wilayah terkecil, yakni Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Kampung (RK). Kini lekat di telinga masyarakat sebagai Rukun Warga (RW).

Sudiro juga menetapkan pemecahan wilayah Jakarta menjadi tiga wilayah administratif dengan sebutan Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Patih. Ketiga wilayah tersebut meliputi Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan.

Mengenai keinginan membangun Monas, Sudiro berniat melestarikan gedung-gedung bersejarah serta monumen yang ada di Jakarta. Meskipun, proyek ini baru terealisasi pada masa kepemimpinan Gubernur Soemarno Sosroatmodjo dan diresmikan oleh Presiden Soekarno.

Sudiro memutuskan tidak lagi menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala pemerintahan DKI Jakarta pada Desember 1959. Sudiro pun melanjutkan pekerjaannya sebagai pendidik.

Sudiro merasa menjadi pendidik merupakan pilihan hidupnya utuk memperjuangkan bangsa ini dari keterpurukan akan suatu pengetahuan dan informasi. Sudiro tutup usia saat umurnya menginjak 81 tahun, Sudiro meninggal pada tahun 1992.
(ded)