Senin, 15 November 2010

RS Swasta & Puskesmas Bisa Diberdayakan Layani Pasien Gakin

Lia Harahap - detikNews
Jakarta - Wacana untuk menghapus ruang rawat kelas I, II, dan VIP rumah sakit umum daerah (RSUD) DKI Jakarta pun muncul sebagai pertimbangan mengingat ruang rawat kelas III yang selalu penuh sesak dengan pasien. RS Swasta pun bisa diberdayakan untuk melayani pasien keluarga miskin (gakin).

"Dengan adanya kelas I, II, dan VIP itu membantu keterbatasan pendapatan pasien kelas III. Selain itu, RSUD juga dapat membeli alat kesehatan tertentu dan revitalisasi rumah sakit," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto.

Hal itu disampaikan Prijanto di Balaikota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (15/11/2010).

Kondisi ruang kelas III yang selalu penuh sesak itu, tak jarang membuat RSUD
tidak bisa lagi menampung pasien yang kebanyakan pasien menengah ke bawah yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan Jaringan Pengamanan Kesehatan Keluarga Miskin (JPK Gakin). Dan Prijanto mengakui masyarakat Indonesia umumnya lebih dirawat di RSUD lebih tinggi dibandingkan dengan rumah sakit swasta.

"Maka itu kita lihat saja kelas III di RS swasta kosong sedangkan di RSUD sangat penuh. Seperti yang terjadi di RSUD Pasar Rebo, RS Polri yang berada berdekatan. Bahkan kelas III RSUD Pasar Rebo lebih penuh dibandingkan RS Polri," katanya.

Dia menegaskan, jika penghapusan itu semata-mata untuk menjawab kebutuhan
keluarga SKTM dan Gakin, rumah sakit swasta bisa diberdayakan. Sebab, SKTM dan Gakin sebenarnya bisa digunakan untuk sudah bisa digunakan di 85 rumah sakit swasta.

"Janganlah cuma karena ingin menjawab kebutuhan orang yang memiliki Gakin dan SKTM yang akan dirawat, lalu kita mengubah sistem dan kondisi yang sudah mapan itu," katanya.

Alternatif lain yang bisa dipilih untuk membantu memberikan pelayanan pada pasien miskin, Prijanto mengusulkan mengembangkan puskesmas di tingkat kecamatan, terutama untuk fasilitas rawat inap. Namun jika puskesmas masih kurang dipercaya mungkin namanya bisa diganti dengan RSUD Pembantu.

"Kalau orang gengsi berobat di puskesmas, ya saya ganti saja namanya jadi RSUD Pembantu. Sehingga, pelayanan masyarakat bisa lebih dekat dan tidak harus pasien dirujuk ke RSUD. Siapa yang cuma diare, siapa yang Cuma DBD maka datanglah ke RSUD Pembantu itu nantinya," saran Prijanto.

Prijanto juga yakin 44 puskesmas tingkat kecamatan dan 289 puskesmas tingkat kelurahan masih bisa direvitalisasi. Hanya saja, tidak semua puskesmas bisa serentak dibangun untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

“Kita lihat kebutuhan per wilayah, dan kalau Anda tanya apakah itu bisa saya jawab bisa, tapi ya itu tadi tidak serentak, APBD kita Rp26 triliun, masa membangun segitu saja gak mampu,” tegas Prijanto.

(lia/nwk)